Jalin Ukhuwah

Jalin Ukhuwah

waKTu sHoLat

Cermin Diri

Dalam riwayat Asakir dari al-Ashma’y disebutkan bahwa Abu Bakar jika dipuji beliau berdo’a “Ya Allah Engkau lebih tahu tentang diriku dan saya lebih tahu dari mereka. Ya Allah berikan kebaikan padaku dari apa yang mereka sangkakan. Ampunilah aku dari apa yang mereka tidak tahu dan jangan azab aku dari apa yang mereka katakan.”

=================================================

Saat kita menanam padi, rumput pun ikut tumbuh. TAPI..saat kita menanam rumput, tidak pernah tumbuh padi. Dalam melakukan kebaikan, kadang-kadang hal yang buruk turut menyertai. Namun, saat melakukan keburukan, tidak ada kebaikan bersamanya. Jangan bosan untuk berbuat baik, meski kadang tidak sempurna. Manusia menjadi sempurna justru karena memiliki Kekurangan disamping kelebihannya & Kelemahan selain kekuatannya…

thiNk aBout...

Menyendiri lebih baik dari pada berkawan dengan yang buruk & teman bergaul yang saleh lebih baik dari pada menyendiri. Berbincang2 yg baik lebih baik dari pada berdiam & berdiam adalah lebih baik dari pada berbicara (mengobrol) yang buruk (HR. Al- Hakim)

===================================================

Sebaik-baik sahabatmu ialah yang selalu memperhatikan kepentinganmu, bukan karena suatu kepentingan yang diharapkan daripadamu untuk dirinya (Al Hikam)

Senin, 19 Desember 2011

Berkumpul Karena Kecewa?

Oleh: Cahyadi Takariawan

“Orang-orang yang berkumpul karena cinta saja masih bisa menimbulkan kekecewaan, bagaimana dengan orang-orang yang kumpul karena kecewa?” demikian pesan yang saya tulis di dinding fesbuk saya, beberapa waktu yang lalu. Apa yang ingin saya sampaikan dalam pesan tersebut?

Pesan utama saya adalah tentang mengelola perasaan kecewa, maaf beribu maaf, beberapa postingan saya di blog ini telah menyampaikan pesan yang sama. Namun saya masih sering menjumpai keluhan kekecewaan, termasuk hari Ahad kemarin (11 September 2011), saat saya menghadiri acara Syawalan para aktivis dakwah di GOR Giri Wahana, Wonogiri, Jawa Tengah.

Saya mendapatkan sms cukup panjang dari seorang sahabat, yang tengah mengalami kekecewaan yang mendalam dengan komunitasnya, beberapa menit sebelum saya harus “naik panggung” untuk memberikan Tausiyah Syawal. Saya cukup tersentak dengan isi sms tersebut, karena sangat lama tidak bertemu dan tidak mendengar berita tentang sahabat yang satu ini. Tiba-tiba mengirim pesan sms yang isinya ungkapan kekecewaan.

Mengapa muncul kecewa ? Kita mulai dari yang paling sederhana. Dalam proses pernikahan, bersatunya seorang lelaki dan seorang perempuan dalam bahtera rumah tangga, diikat dengan kuat oleh rasa cinta. Mereka saling mencintai, maka mereka melangkah bersama membangun keluarga, dan merajut berbagai harapan dan cita-cita. Di tengah jalan, dua orang yang saling mencinta ini, bisa saling kecewa. Suami kecewa terhadap isteri, dan isteri kecewa kepada suami.

Orang tua dan anak-anak dalam sebuah keluarga, tentunya mereka saling mencinta. Mereka berada dalam sebuah biduk rumah tangga, saling mencintai dan menyayangi satu dengan yang lain. Namun, anggota keluarga yang saling mencintai ini dalam perjalanannya bisa saling kecewa. Orang tua kecewa dengan anak-anak, atau anak-anak kecewa kepada orang tua. Bahkan di antara anak-anak, bisa muncul kekecewaan sesama mereka. Bukankah mereka berkumpul dengan ikatan dan energi cinta ? Ternyata masih bisa memunculkan perasaan kecewa di antara orang-orang yang saling mencinta.

Dakwah dibangun dengan ikatan cinta. Gerbong dakwah melaju dengan berbagai proses dan dinamika, menuju harapan dan cita-cita yang telah dicanangkan. Dalam perjalanan inilah muncul friksi, muncul perbedaan pandangan, muncul gesekan satu dengan yang lain. Di antara orang-orang yang saling mencinta, akhirnya muncul perasaan kecewa. Muncul tuduhan, muncul praduga, muncul syak wasangka.

Nabi saw adalah manusia pilihan, tanpa cacat dan cela sebagai seorang teladan. Para sahabat adalah generasi pilihan, yang menjadi generasi terbaik sepanjang sejarah Islam. Namun para sahabat sempat memiliki simpanan kekecewaan sesaat setelah Perjanjian Hudaibiyah selesai dikonstruksi Nabi saw dan Suhail. Lihat ekspresi kekecewaan mereka. Tiga kali Nabi saw memerintahkan, tak seorangpun dari para sahabat yang melaksanakan. Hanya dalam peristiwa Perjanjian Hudaibiyah ini saja peristiwa itu mengemuka, tak pernah ada kejadian yang serupa.

Kita juga ingat gumpalan kekecewaan sebagian sahabat dalam kisah pembagian harta seusai perang Hunain. Abu Sufyan bin Harb, tokoh penentang Islam sejak awal dakwah di Makah itu, telah mendapatkan bagian seratus ekor unta dan empat puluh uqiyah perak. Demikian pula Yazid dan Mu’awiyah, dua orang anak Abu Sofyan, mendapat bagian yang sama dengan bapaknya. Kepada tokoh-tokoh Quraisy yang lain beliau memberikan bagian seratus ekor unta. Adapula yang mendapatkan bagian lebih sedikit dari itu, hingga seluruh harta rampasan habis dibagikan.

Melihat pembagian itu, para sahabat Anshar memandang lain. Muncullah gejolak di kalangan sahabat Anshar, hingga seorang di antara mereka berkata, ”Mudah-mudahan Allah memberikan ampunan kepada RasulNya, karena beliau telah memberi kepada orang Quraisy dan tak memberi kepada kami, padahal pedang-pedang kami yang menitikkan darah-darah mereka.” Adapula di antara mereka yang berkata, “Rasulullah sekarang telah menemukan kembali kaum kerabatnya.”

Dalam kisah “pembangkangan” para sahabat usai Perjanjian Hudaibiyah dan kekecewaan usai Perang Hunain, semua berakhir dengan sangat indah dan cepat. Nabi saw sebagai qiyadah menyelesaikan suasana dengan sangat tepat, sehingga kekecewaan tidak membesar dan menjalar. Ini karena kepribadian Nabi sebagai manusia pilihan yang dikuatkan dengan wahyu, sehingga beliau tidak akan salah langkah. Tindakan beliau selalu tepat.

Jika Kanjeng Nabi yang tanpa cela saja masih mendapatkan lontaran kekecewaan, bagaimana dengan kita yang sama sekali bukan Nabi, bukan pula sahabat Nabi, bukan muridnya para sahabat, bukan pula murid para tabi’in…. Jika sahabat Nabi saya masih bisa menyimpan kekecewaan, bagaimana dengan kita yang tidak memiliki kualitas sebagai sahabat Nabi….

Kita hidup di zaman cyber, semua kejadian, semua peristiwa, semua kondisi dengan sangat cepat tersebar. Sangat cepat, tanpa batas, tanpa jeda waktu. Melalui emai, milis, twitter, fesbuk, blackberry messenger, sms, telpon dan lain sebagainya. Semua, apa saja terberitakan. Sayang, banyak yang tidak bisa membedakan mana data dan mana analisa. Semua berita yang muncul di internet dan dunia maya dianggap kebenaran.

Di tengah kita tidak ada Kanjeng Nabi. Tatkala berbagai berita berseliweran tentang qiyadah, tentang dakwah, tentang jama’ah, dan tentang “segala sesuatu” yang cenderung menjadi gosip, sikap kita hendaknya mencontoh perilaku Kanjeng Nabi dan para sahabat beliau. Tentu saja tidak akan bisa sama sepenuhnya, namun jangan sampai lepas dari contoh keteladanan mulia mereka.

Apa keteladanan mulia dari mereka ? Sangat banyak tentu saja. Pertama, landasan hubungan di antara Nabi dengan para sahabat adalah cinta kasih. Cinta dan kasih sayang timbal balik, telah terbentuk sangat kuat antara para sahabat dengan Nabi. Ini yang menyebabkan bahasa hati mereka selalu menyambung, selalu bertemu, selalu berada dalam kebersihan dan kebaikan.

Kedua, didahulukannya sikap husnuzhan kepada qiyadah. Kendati ada kekecewaan, mereka tetap memiliki sikap yang positif sehingga mudah mendengarkan penjelasan dari Nabi. Mereka mudah mendengar dan menerima penjelasan Kanjeng Nabi, tanpa membantah dan menggerutu di belakang. Ini karena sikap positif yang mereka miliki, selalu tsiqah dengan qiyadah.

Ketiga, para sahabat tidak membesar-besarkan dan mendramatisir permasalahan, sehingga masalah berada dalam ruang lingkup yang terbatas. Mereka tidak mengorganisir kekecewaan untuk dijadikan alasan memberontak atau tidak setia kepada qiyadah. Kisah kekecewaan para sahabat di Hudaibiyah sangat natural, tidak digerakkan, tidak diorganisir oleh seseorang. Kisah kekecewaan paska perang Hunain segera terlokalisir dengan disampaikannya hal tersebut kepada Nabi saw.

Keempat, mereka tidak mengungkit-ungkit lagi permasalahan tersebut setelah selesainya kejadian. Setelah permasalahan selesai, clear, terang benderang, mereka kembali berkumpul, berjama’ah, berkegiatan bersama, seperti tidak pernah ada kejadian sebelumnya. Mereka tidak lagi mengungkit-ungkit “si Fulan dan si Falun ini dulu pernah melontarkan kekecewaan kepada Nabi”. Persoalan selesai, maka mereka kembali bersama seperti semula. Tidak ada dendam, tidak ada permusuhan yang terwariskan. Tidak ada sakit hati yang tersimpan.

Jadi, kita hanya perlu duduk bersama. Mendengarkan bagian-bagian cerita, merangkai berbagai peristiwa, mencoba membuat sederhana hal-hal yang seakan-akan dibuat dan tampak sedemikian rumitnya. Jika memang ada yang terbukti melakukan kesalahan, tentu saja perlu diberikan teguran atau sanksi sesuai aturan organisasi dan sesuai tingkat kesalahan yang dilakukan. Namun jika yang terjadi hanyalah kesalahpahaman, maka tidak ada yang perlu diteruskan atau diperpanjang lagi. Semua sudah selesai, clear, dan saling memaafkan atas hal yang tidak pada tempatnya.

Jadi, tidak perlu membuat perkumpulan karena kekecewaan. Tidak perlu membuat organisasi karena sakit hati. Tidak perlu konsolidasi untuk menyatukan pihak-pihak yang merasa kecewa atau merasa terzalimi. Karena perkumpulan seperti apa yang akan terbentuk, dari jiwa-jiwa kecewa ? Organisasi seperti apa yang akan muncul, dari hati-hati yang menyimpan benci ? Toh kelak ketika terbentuk organisasi, pasti ada yang kecewa lagi.

Mari duduk saja bersama-sama. Membingkai hati, mengeja keinginan jiwa. Berbicara dengan bahasa ruhani, bukankah kita semua ini para kader yang saling mencinta ? Bukankah kita semua telah berikrar untuk selalu berada di jalanNya ? Termasuk ketika menyelesaikan permasalahan ? Bukankah kita semua sangat mencintai jalan dakwah ini ? Lalu mengapa harus mengambil langkah sendiri hanya karena tidak bisa memahami keputusan organisasi ?

Wallahu a’lam. Saya hanya sulit mengerti, mengapa ada organisasi yang didirikan karena kekecewaan dan sakit hati. Padahal, aktivitas yang dirintis dengan sepenuh cinta saja, masih bisa menumbuhkan rasa kecewa.

Pancoran Barat, 13 September 2011

Sabtu, 17 Desember 2011

Gadis Cerdas - Gadis Impian


B I S M I L L A H . . .

ADA SEORANG pemuda Arab yang tampan, shalih, dan sangat cerdas. Dia ingin menikah dengan seorang gadis shalihah dan cerdas seperti dirinya. Maka, mulailah dia mengembara dari satu kabilah ke kabilah lain, untuk mencari gadis impiannya.

Suatu ketika, dia berjalan menuju kabilah di Yaman. Di tengah perjalanan, dia berjumpa dengan seorang lelaki. Akhirnya, dia berjalan bersama leleki itu.
Pemuda itu menyapa, “Hai Tuan, apakah kau bisa membawaku dan aku membawamu?”
Spontan lelaki itu menjawab, “Hai bodoh, kau ini bagaimana? Aku menunggang kuda kau juga menunggang kuda. Bagaimana kita bisa saling membawa?”
Pemuda itu diam saja mendengar jawaban lelaki itu.

Kemudian keduanya melanjutkan perjalanan. Lalu, mereka melewati sebuah kampung. Kampung itu yang dikelilingi oleh kebun yang sudah tiba masa panennya.
Pemuda itu bertanya, “Menurutmu, buah-buahan itu sudah dimakan oleh pemiliknya, atau belum ya?”
Seketika, lelaki itu menjawab, “Pertanyaan itu aneh sekali! Kamu sendiri melihat dengan mata kepalamu, buah-buahan itu masih ada di pohonnya dan belum di panen, kok kamu bertanya, apakah buah-buahan itu sudah di makan oleh pemiliknya atau belum?”
Pemuda itu hanya diam dan tidak menjawab perkataan lelaki itu.
Kemudian, keduanya melanjutkan perjalanan. Baru sebentar berjalan, mereka bertemu dengan orang-orang yang sedang mengiring jenazah.

Pemuda itu berkata, “Menurutmu yang diiring dalam keranda itu masih hidup atau sudah mati, ya?”
Lelaki itu menjawab, “Aku semakin tidak paham denganmu. Aku tidak pernah menemukan pemuda yang lebih bodoh darimu. Ya, jelas! Jenazah itu akan dibawa untuk dikuburkan. Tentu dia sudah mati.”
Pemuda itu kembali diam dan tidak menjawab sepatah kata pun atas komentar lelaki itu. Akhirnya, keduanya sampai di rumah lelaki itu. Dia mengajak pemuda itu menginap di rumahnya. Dia merasa kasihan, sebab pemuda itu terlihat sudah sangat letih.

Lelaki itu memiliki seorang anak gadis yang sangat cantik. Begitu tahu ada seorang tamu menginap, anak gadisnya bertanya, “Ayah siapa dia?”. “Dia itu pemuda yang paling bodoh yang pernah aku temukan,”jawab ayahnya. Anak gadis itu malah penasaran. Dia mengejar dengan pertanyaan berikutnya, “Bodoh bagaimana?”
Ayahnya langsung menceritakan awal pertemuannya dengan pemuda itu dan segala perkataan serta pertanyaannya.

Mendengar cerita ayahnya, anak gadis itu berkata,”Ayah ini bagaimana? Dia itu tidak bodoh. Justru dia sangat cerdas dan pandai. Kata-katanya mengandung makna tersirat.

Ketika dia mengatakan, ’Apakah kau bisa membawaku dan aku membawamu?’, sebenarnya maksudnya adalah, ’Apakah kita bisa saling berbincang-bincang sehingga bisa membawa kita pada suasana yang lebih akrab?’

Ketika dia mengatakan,’ Buah-buahan itu sudah dimakan oleh pemiliknya atau belum?’ Ia memaksudkan, ’Apakah pemiliknya sudah menjualnya ketika sebelum di panen, atau belum?’ Sebab, jika telah menjualnya, pemiliknya tentu menerima uangnya dan membelanjakannya untuk makan dia dan keluarganya.

Kemudian, ketika dia bertanya,’Apakah jenazah di dalam keranda itu masih hidup atau sudah mati?’ Maksudnya,’Apakah jenazah itu memiliki anak yang bisa melanjutkan perjuangannya atau tidak?’

Setelah mendengar apa yang dikatakan putrinya, lelaki itu keluar menemui pemuda itu. Dia meminta maaf atas perkataannya yang membodoh-bodohkan pemuda itu. Keduanya berbincang-bincang.

Lalu dia menjelaskan seperti yang dikatakan putrinya.

Mendengar itu, sang pemuda bertanya, “Saya yakin itu bukan lahir dari pikiranmu sendiri dan bukan perkataanmu, demi Allah, katakanlah padaku siapa yang mengatakannya?”

Yang mengatakan hal itu adalah putriku, “jawab lelaki itu.

Spontan pemuda itu berkata, “Apakah kau mau menikahkan aku dengan putrimu?”

“Ya.”

Begitulah, setelah melalui pengembaraan panjang, akhirnya pemuda itu menemukan pandamping hidup yang dia impikan.

Sumber: Ketika Cinta berbuah Surga

Salam ► Asiyah Muthmainnah ...

Selasa, 13 Desember 2011

Rahasia Surah Al-Kahfi

Tiada seorang nabi pun diutus ke muka bumi pasti memperingatkan akan bahaya fitnah dajjal di akhir zaman. begitu juga Rasulullah -sholallahu 'alaihi wasallam-, bahkan beliau berkata: "seandainya aku masih hidup di saat dajjal datang, maka aku pasti akan menolong kalian"(kurang lebih maknanya seperti itu). namun Rasulullah -sholallahu 'alaihi wasallam- karena betapa cintanya kepada umatnya, maka beliau meninggalkan satu pesan, agar membaca surat al kahfi setiap hari jum'at, agar terhindar dari fitnah dajjal.

Namun perlu dikaji bahwa :

1. apa isi kandungan surat al kahfi....??

2. apa hubungan surat al kahfi dengan dajjal....??

3. bagaimana cara menghindar dari fitnah dajjal....??


1. Isi kandungan surat al kahfi

a. kisah para pemuda kahfi, yang intinya menceritakan ttg fitnah agama. mereka disiksa karena istiqomah dalam agamanya, yaitu agama tauhid.

b. kisah pemilik dua kebun, yang intinya menceritakan ttg fitnah kekayaan.

c. kisah nabi Musa as dengan Khidir as, yang intinya menceritakan tentang fitnah ilmu. karena berilmu, nabi musa kurang tawadhu, sehingga diperintahkan oleh Allah untuk belajar dari nabi Khidir, yang akhirnya musa as tidak mampu untuk bersabar.

d. kisah dzulkarnain, yang intinya menceritakan ttg fitnah kekuasaan. yang dengan kekuasaan, orang bisa sewenang-wenang, tidak adil, dst.. namun dzulkarnain adalah gambaran yang sebaliknya, dia adalah pemimpin yang adil, dan menyandarkan semuanya kepada allah.

2. Apa hubungan surat al kahfi dengan dajjal...??

lebih tepatnya, apa hubungan empat kisah di atas dengan dajjal pendusta...??

ternyata dajjal pendusta akan membawa ke-4 fitnah tersebut.

a. fitnah agama, dia bisa menjadikan manusia kafir kepada Allah swt, orang yang terpengaruh dengan ajakannya, akan menggadaikan agamanya.

b. fitnah kekayaan, dengan kekayaannya dia bisa mempengaruhi manusia, untuk ingkar kepada tuhannya.

c. fitnah ilmu, dengan ilmunya dia mampu menyesatkan manusia.

d. fitnah kekuasaan, dengan kekuasaannya dia memerintah dengan sewenang-wenang.

3. Bagaimana cara menghindar dari fitnah dajjal...??

a. persahabatan yang shaleh (al kahfi : 28)

b. tidak terikat dengan dunia (al kahfi : 45)

c. tawadhu (al kahfi : 69)

d. ikhlas (al kahfi : 95) ikhlas menyandarkan segala sesuatunya kepada Allah

dan sangat tepat mengapa Rasulullah -sholallahu 'alaihi wasallam- menganjurkan kepada kita untuk membaca surat al kahfi setiap hari jum'at.

wallahu a'lam bish-shawaab

Ditulis Oleh : Abdullah Hulalata

Ummu Ibrahim al Bashariyyah


Dikisahkan di Bashrah terdapat wanita-wanita ahli ibadah, di antaranya adalah Ummu Ibrahim al-Hasyimiyah. Ketika musuh Islam menyusup ke kantong-kantong perbatasan wilayah Islam, maka orang-orang tergerak untuk berjihad di jalan Allah.
‘Abdul Wahid bin Zaid al Bashri berdiri di tengah orang-orang sambil berkhutbah untuk menganjurkan mereka berjihad. Sedangkan saat itu Ummu Ibrahim turut menghadiri majelis ini. ‘Abdul Wahid terus berkhutbah, sampailah pembicaraannya menerangkan tentang bidadari. Bidadari merupakan imbalan bagi sebagian penghuni surga, akibat amalannya diterima oleh Allah, amalan tersebut antara lain adalah jihad.
‘Abdul Wahid menyebutkan pernyataaan-pernyataan tentang bidadari, kemudian dia bersenandung menyifati bidadari ini.
Gadis yang berjalan tenang dan berwibawa
Orang yang menyifatkan memperoleh apa yang diungkapkannya
Dia diciptakan dari segala sesuatu yang baik nan harum
Segala sifat jahat telah dienyahkan
Allah menghiasinya dengan wajah
yang berhimpun padanya sifat-sifat kecantikan yang luar biasa
Matanya bercelak demikian menggoda
Pipinya mencipratkan aroma kesturi
Lemah gemulai berjalan di atas jalannya
Seindah-indah yang dimiliki dan kegembiraan yang berbinar-binar
Apakah kau melihat peminangnya mendengarkannya
Ketika mengelilingkan piala dan bejana
Di taman yang elok yang kita dengar suaranya
Setiap kali angin menerpa tangan itu, bau harumnya menyebar
Dia memanggilnya dengan cinta yang jujur
Hatinya terisi dengannya hingga melimpah
Wahai kekasih aku tidak menginginkan selainnya
Dengan cincin tunangan sebagai pembukanya
Janganlah kau seperti orang yang bersungguh-sungguh ke puncak hajatnya
Kemudian setelah itu ia meninggalkannya
Tidak, orang yang lalai tidak akan bisa meminang wanita sepertiku
Yang meminang wanita sepertiku hanyalah orang yang merengek-rengek
Maka sebagian orang bergerak pada sebagian yang lainnya, dan majelis itupun menjadi ramai dan gaduh. Kemudian Ummu Ibrahim yang mengikuti khutbah ‘Abdul Wahid ini menyeruak dari tengah orang-orang seraya berkata kepada ‘Abdul Wahid,
“Wahai Abu ‘Ubaid, bukankah engkau tahu anakku Ibrahim. Para pemuka Bashrah meminangnya untuk puteri-puteri mereka, tetapi aku memukul anakku ini di hadapan mereka. Demi Allah, gadis (bidadari) ini mencengangkanku dan aku meridhainya menjadi pengantin untuk puteraku. Ulangi lagi apa yang engkau sebutkan tentang kecantikannya.”
Mendengar hal itu ‘Abdul Wahid kembali menyifatkan bidadari, kemudian bersenandung:
Wajahnya mengeluarkan cahaya yang kembali mengeluarkan cahaya
Sendau guraunya seharum parfum dari parfum murni
Jika menginjakkan sandalnya di atas pasir yang sangat gersang
niscaya seluruh penjuru menjadi hijau, dengan tanpa hujan
Tali yang mengikat pinggangnya
Seperti ranting pohon Raihan yang berdaun hijau
Seandainya meludahkan air liurnya dilautan
Niscaya umat manusia merasakan segarnya meminum air lautan
Orang-orangpun menjadi semakin ramai, lalu Ummu Ibrahim maju seraya berkata kepada ‘Abdul Wahid,
“Wahai Abu Ubaid, demi Allah, gadis ini mencengangkanku dan aku meridhainya sebagai pengantin bagi puteraku. Apakah engkau sudi menikahkan puteraku dengan gadis tersebut saat ini juga?, Ambilllah maharnya dariku sebanyak 10.000 dinar, serta bawalah putraku keluar bersamamu menuju peperangan itu. Mudah-mudahan Allah mengaruniakan syahadah (mati syahid) kepadanya, sehingga dia akan memberi syafa’at untukku dan untuk ayahnya pada hari Kiamat.”
‘Abdul Wahidpun menjawab, “Jika engkau melakukannya, niscaya engkau dan anakmu akan mendapatkan keberuntungan yang besar.”
Kemudian Ummu Ibrahim memanggil puteranya, “Wahai Ibrahim!”
Ibrahimpun bergegas maju dari tengah orang-orang seraya mengatakan, “Aku penuhi panggilanmu, wahai ibu.”
Ummu Ibrahim berkata, “Wahai puteraku! Apakah engkau ridha dengan gadis (bidadari) ini sebagai isteri, dengan syarat engkau mengorbankan dirimu di jalan Allah dan tidak kembali dalam dosa-dosa?”
Pemuda ini menjawab, “Ya, demi Allah wahai ibu, aku sangat ridha.”
Ummu Ibrahim berkata, “Ya Allah, aku menjadikan-Mu sebagai saksi bahwa aku telah menikahkan anakku ini dengan gadis ini dengan pengorbanannya di jalan-Mu dan tidak kembali dalam dosa. Maka, terimalah dariku, wahai sebaik-baik Penyayang.”
Kemudian ibu ini pergi, lalu datang kembali dengan membawa 10.000 dinar seraya mengatakan, “Wahai Abu ‘Ubaid, ini adalah mahar gadis itu. Bersiaplah dengan mahar ini. “
Abu Ubaidpun menyiapkan para pejuang di jalan Allah.
Sang ibu kemudian pergi membelikan kuda yang baik untuk puteranya dan menyiapkan senjata untuknya.
Kemudian berangkatlah rombongan ‘Abdul Wahid yang didalamnya terdapat Ibrahim, ke medan perang. Bersamaan dengannya dibacakanlah QS. At-Taubah:111 yang artinya,
“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan Surga untuk mereka …
Ketika sang ibu hendak berpisah dengan puteranya, maka ia menyerahkan kain kafan dan wangi-wangian kepadanya seraya mengatakan kepadanya, “Wahai anakku, jika engkau hendak bertemu dengan musuh, maka pakailah kain kafan ini dan gunakanlah wangi-wangian ini. Janganlah Allah melihatmu dalam keadaan lemah di jalan-Nya.” Kemudian ia memeluk puteranya dan mencium keningnya seraya mengatakan, “wahai anakku, Allah tidak mengumpulkan antara aku denganmu kecuali di hadapan-Nya pada hari Kiamat.”
Selanjutnya marilah kita baca penuturan ‘Abdul Wahid
‘Abdul Wahid berkata, “Ketika kami sampai diperbatasan musuh, kemudian terompet pun ditiup, dan mulailah terjadi perang. Saat itu Ibrahim berperang di barisan terdepan. Ia membunuh musuh dalam jumlah yang besar, sampai musuh mengepungnya, kemudian membunuhnya.”
‘Abdul Wahid berkata, “Ketika kami hendak kembali ke Bashrah, aku berkata kepada Sahabat-Sahabatku,
‘Jangan kalian menceritakan kepada Ummu Ibrahim tentang berita yang menimpa puteranya sampai aku mengabarkan kepadanya dengan sebaik-baik hiburan. Sehingga ia tidak bersedih dan pahalanya tidak hilang.’
Ketika kami sampai di Bashrah, orang-orangpun keluar untuk menyambut kami, dan Ummu Ibrahim pun berada diantara mereka.”
‘Abdul Wahid berkata: “Ketika dia memandangku, ia bertanya, ‘Wahai Abu Ubaid, apakah hadiah dariku diterima sehingga aku diberi ucapan selamat, atau ditolak sehingga aku diberi belasungkawa?’
Akupun menjawab, ‘Hadiahmu telah diterima. Sesungguhnya Ibrahim hidup bersama orang-orang yang hidupdalam keadaan diberi rizki (insyaa Allah)’.
Maka ibu inipun tersungkur dalam keadaan bersujud kepada Allah karena bersyukur, dan mengatakan, ‘Segala puji bagi Allah yang tidak mengecewakanku dan menerima ibadah dariku.’ Kemudian ia pergi.
Keesokan harinya, Ummu Ibrahim datang ke masjid yang didalamnya terdapat ‘Abdul Wahid lalu dia berseru, ‘Assalaamu’alaikum wahai Abu ‘Ubaid, ada kabar gembira untukmu’. Selanjutnya dia berkata,
‘Tadi malam aku bermimpi melihat puteraku, Ibrahim, di sebuah taman yang indah. Di atasnya terdapat kubah hijau, sedangkan dia berada di atas ranjang yang terbuat dari mutiara, dan kepalanya memakai mahkota. Ibrahim berkata,
“Wahai ibu, bergembiralah. Sebab maharnya telah diterima dan aku bersanding dengan pengantin wanita.’”
Demikianlah salah satu kisah ibu-ibu umat Islam terdahulu. Yang dia menyebabkan bangsa Arab dan umat Islam dahulu, menjadi bangsa yang kuat. Umat Islam dahulu menjadi umat yang mempunyai kewibawaan yang besar diantara umat-umat yang lain. Salah satunya adalah upaya dari ibu-ibu dengan menyiapkan anak-anaknya sebagai prajurit pembela Islam.
Marilah para ibu, maupun calon ibu untuk mencontoh segala yang dilakukan oleh ibu-ibu umat Islam ini jaman terdahulu, yang selalu membantu suami dan anaknya dalam rangka mentaati Allah Subhanahu wa ta’ala.
Dengannya semoga kejayaan dan kewibawaan umat Islam mampu kembali.
Sumber: Isyratun Nisaa’ minal alif ilal yaa’
(kisahislam.com)

Senin, 12 Desember 2011

R. Black - It's Jumuah "Friday" (Raef Cover) HD

IT'S JUMUAH - LYRICS

5AM Waking up for Fajr
Got to make Wudu, got to pray my Sunnah
Got to make Ghusl, got to clip my nails
Looking outside, the sun is rising up in the sky
Everybody's rushing
Got to get down to the masjid
Got to say "Salam!" to the Imam

Sitting in the first Saff (row), chilling in the back Saff (row)
Got to make my mind up... Do what the prophet did!

It's Jumuah! Jumuah!
Got to make dhikr on Jumuah,
Everybody's looking forward to His mercy, mercy
Jumuah! Jumuah!
Got to make dhikr on Jumuah,
Everybody's looking forward to the Ajr
Miswaking!, Miswaking!
Miswaking!, Miswaking!
Pray, Pray , Pray, Pray
Got to read Surat Al-Kahf

12:45 the Imam's on the minbar, talking about something like "Fiqh Az-Zakat"
They're whispering, chatting from the crowd, don't they know that it's haram
I stand up, you stand up, prayer's about to start "Qad, Qaamat es-Salaah"
Foot to foot! shoulder to shoulder! Just don't step on me!

Sitting in the first Saff (row), chilling in the back Saff (row)
Got to make my mind up... Do what the prophet did!

It's Jumuah! Jumuah!
Got to make dhikr on Jumuah,
Everybody's looking forward to his mercy, mercy
Jumuah! Jumuah!
Got to make dhikr on Jumuah,
Everybody's looking forward to the Ajr
Miswaking!, Miswaking!
Miswaking!, Miswaking!
Pray , Pray, Pray , Pray
Got to read Surat Al-Kahf

It's Jumuah Jumuah
Got to make dhikr on Jumuah,
Everybody's looking forward to His mercy, mercy
Jumuah! Jumuah!
Got to make dhikr on Jumuah,
Everybody's looking forward to His mercy

Instrument...